Pertama kalinya
saya pulang kampung setelah menjadi sarjana perikanan pada Februari 2014. Sore
hari menjelang senja tepatnya pukul 17.00 WITA, saya tiba di perempatan pertama
di Latimpa Selatan, Barru. Saya turun dari mobil sewa yang saya tumpangi dari
Makassar, sebuah kota besar tempat saya menimbah ilmu, Universitas Hasanuddin.
Saya segera menelepon ayah untuk menjemput saya. Dari perempatan untuk sampai
ke rumah berjarak ±5 Km ke arah barat.
Selang 15 menit ayah tiba dengan senyum
yang merekah di bibirnya. Saya segera naik motornya. Laju motor yang sangat
lambat disesuaikan dengan jalan beraspal yang rusak dan berlobang hampir di
seluruh badan jalan. Sekira sepuluh tahun jalanan tersebut belum pernah
diperbaiki. Di sekeliling terhampar sawah dan tambak serta rumah-rumah yang
berdiri di dekat atau pun di atas sawah. Beberapa menit kemudian kami tiba di
rumah. Rumah yang berwarna biru usang berhadapan dengan kandang ayam potong dan
pekuburan. Saya langsung mencari ibu di belakang rumah, dekat laut tempat
dimana ibu biasa memotongmotong kayu bakar untuk memasak dan berkebun sayuran.
Ibu memberitahu bahwa besok ayah akan panen. Udang vanamae sekarang lagi trend
untuk budidaya di kampung kami. Ayah akan memanen udang tersebut. Harga udang
vanamae cukup tinggi pada saat itu. Beberapa negara pengekspor udang tidak
dapat memenuhi pesanan dunia. Hal ini karena banyaknya negara yang gagal panen
seperti di China, Thailand dan negara pengekspor udang lainnya. Sebaliknya di
kampung kami gencargencarnya budidaya udang vanamae. Semua tambak yang dulunya
budidaya ikan bandeng beralih ke budidaya udang vanamae. Selain karena harganya
yang tinggi, keberhasilan salah seorang petani tambak di kampung kami menjadi
pemicu para petambak mengikutinya.
Udang yang dipanen langsung diambil dan
ditangani oleh pengepul, sebelumnya udang disortir dan ditimbang. Panen tidak
dapat dilakukankan jika pengepul kewalahan mengambil dan mendistribusikan
udang. Mengingat, pengepul juga mengambil udang di daerah Polewali Mandar,
Sulawesi Barat. Sedangkan hanya ada beberapa pengepul yang dikenal oleh petani
tambak.
Pada bulan April lalu banyak petani tambak udang vanamae yang hanya
mendapatkan keuntungan sangat sedikit bahkan beberapa ada yang merugi. Hal ini tidak
terlepas dari teknologi dan pengetahuan seorang petani yang masih berdasarkan
pengalaman saja. Mereka tidak dibekali pelatihan oleh stakeholder yang
bertanggung jawab akan hal ini. Harga udang turun drastis yaitu 50% dari harga
semula, ditambah lagi pengepul ikan mengurangi stok yang didistribusikan ke
Surabaya. Hal ini merupakan masalah urgen yang dikeluhkan oleh ayah, termasuk
petani tambak lainnya. Saya merasa sedih sebagai sarjana perikanan belum mampu
membantu ayah untuk permasalahan yang sama dengan warga petani tambak lainnya.
Untuk itu saya ingin menambah dan mempermantap ilmu saya sesuai dengan gelar
yang melekat di belakang nama saya. Juga, saya ingin menjadi dosen agar terpacu
untuk selalu belajar dan update informasi. Saya berharap bisa membantu
memberikan informasi tentang budidaya udang vanamae kepada ayah dan
menerapkannya langsung pada tambak yang dikelola ayah. Dengan begitu, petani
tambak akan mengikuti cara pengelolaan tambak yang dilihatnya berhasil. Karena,
watak orang-orang di daerah saya yaitu, tidak akan mau mencoba jika belum
melihat hasil yang menguntungkan.
Ketergantungan petani tambak terhadap
pengepul juga sangat perlu untuk diatasi. Alur pendistribusian udang vanamae
yang pendek akan lebih optimal. Sebisa mungkin dari petani tambak, udang bisa
langsung ke tangan konsumen. Untuk itu perlu adanya informasi alur distribusi
optimal terhadap petani tambak, agar tidak terlalu banyak potongan harga yang
dirasakan oleh petani tambak itu sendiri. Saya berharap agar suatu saat nanti
daerah kami menjadi salah satu penghasil udang vanamae yang unggul. Petani
tambak yang unggul akan memakmurkan keluarganya dan berperan dalam membangun
perekonomian daerah maupun negara, serta dapat berbagi ilmu dan pengalaman
kepada petani tambak lainnya baik kepada perseorang, kelompok, daerah maupun
nasional.
EmoticonEmoticon